Musik sudah menjadi bagian hidup kita sesehari. Musik bersifat universal yang berkuasa mempersatukan manusia. Musik dapat membangun tetapi bisa juga meruntuhkan kehidupan.
Apakah semua musik dan lagu di gereja membangun hidup anak kita? Apakah musik itu bagaikan madu yang menyehatkan kehidupan anak-anak kita atau malah menjadi racun yang mengerdilkan iman dan kepribadian anak?
Musik yang Lahiriah Vs Batiniah
Kita mungkin pernah bertanya: Mengapa anak saya rajin ke sekolah minggu tapi kelakuannya tidak berubah? Kami sekeluarga mengadakan kebaktian rumah tangga, tapi mengapa sifat anak saya memburuk? Anak-anak kami rajin ke gereja, bahkan melayani sebagai pemusik, tetapi mengapa kepribadiannya tidak bertumbuh? Atau mengapa anak pendeta kelakuannya malah jadi batu sandungan?
Jawabannya adalah karena kehidupan beragama kita kebanyakan bersifat lahiriah saja. Gereja dan kita hanya menekankan ibadah/liturgi bersifat ritual formal. Artinya perhatian kita tertuju pada seberapa banyak dan seringnya kita berdoa, menyanyi, menyembah Tuhan. Kita mengagungkan musik yang hebat dan variasi menyanyi di gereja. Kita juga mementingkan khotbah yang bagus dan banyaknya ayat yang dihafal.
Namun sayangnya firman itu tidak dihayati dan tidak ada atmosfer agar firman dan ibadah itu dihidupi dan ditaati setiap hari. Ringkasnya, kita diajar banyak tahu, tetapi tidak dibantu (dimotivasi) agar mau dan mampu melakukan pengajaran Kitab Suci. Kita banyak menyanyi dan beribadah, tetapi kegiatan itu tidak menyatu dengan hidup sesehari. Jika demikian, agama, musik, dan ritual beribadah yang kita lakukan disebut agama yang patogenic (agama yang membuat kita sakit).
Kita perlu membangun kehidupan iman (agama) yang batiniah, khususnya dalam diri anak-anak kita. Artinya, lewat aktifitas ibadah sekolah minggu dan remaja (termasuk musik dan syairnya) anak-anak kita dibantu menghidupi iman mereka dalam kepribadian dan kelakuan sehari-hari. Dengan kata lain, liturgi di gereja (atau family altar di rumah) yang mungkin dilakukan secara sederhana, mampu berakar dan berbuah saat kita belajar, bekerja dan bergaul. Ini yang disebut dengan agama yang salugenic (agama yang menyembuhkan). Anak-anak kita membutuhkan nyanyian dan musik yang salugenic, yang menyembuhkan dan menumbuhkan kehidupan. Hindarkan anak-anak kita dari lagu-lagu yang dangkal, baik secara melodi maupun syairnya.
Musik yang membangun
Musik yang baik dan membangun tidak hanya ditentukan oleh melodi/nada, tetapi juga pada syair. Tidak sedikit lagu rohani punya melodi bagus tapi syair buruk. Sebaliknya syairnya baik, tetapi melodinya buruk. Penting juga kita mengenalkan pada anak musik yang sesuai dengan umurnya.
Beberapa keluarga mengenalkan musik klasik pada anak sejak mereka bayi. Anak-anak dilatih bermain piano. Ada baiknya, mereka juga akrab dengan musik rohani yang baik sejak dini.
Musik yang membangun umumnya ditulis dengan pergumulan dan latar belakang tertentu yang tidak mudah. Umumnya lagu-lagu himne yang bertahan ratusan tahun ditulis dalam situasi demikian, bukan sekedar mencari untung dan popularitas.
Lagu dan musik yang membangun antara lain bercirikan:
a. Musik yang dilandasi teologi yang benar, namun mudah dimengerti serta mendorong kita taat. Lagu ini umumnya lahir dalam proses waktu yang panjang.
b. Kekuatan musiknya membawa anak-anak kagum pada Tuhan dan rindu mengikuti Dia. Isi syairnya membuat anak sadar akan kekudusan-Nya, dan ingin meninggalkan dosa.
c. Musik yang mendorong anak rajin belajar dan berperilaku baik. Oleh karena itu kita perlu mengajari anak nyanyian yang menekankan etika kehidupan Kristen. Misalnya lagu: Selamatkanlah Waktumu…
d. Musik yang membangun kesadaran pentingnya persaudaraan manusia. Banyak musik hanya menekankan pujian dan penyembahan, sangat egois dan terpusat pada “aku”. Musik yang hanya memuaskan diri sendiri, namun tidak memberi kesadaran pentingnya persekutuan dan etika kehidupan.
Kita menjumpai banyak lagu yang hanya menekankan “aku dan Tuhan”. Lagu-lagu ini justru membawa kita dan anak-anak makin hidup egois dan memikirkan diri sendiri, lantas tidak membawa perubahan apa-apa. Perhatikan kalimat lagu:
... Siapakah aku ini Tuhan, jadi biji mata-Mu
Dengan apakah kubalas Tuhan, s’lain puji dan sembah Kau ...
Membalas kebaikan Tuhan dengan “puji dan sembah Dia” sangatlah mudah. Kita tidak mungkin membalas kebaikan Tuhan dengan “amal, ibadah, dan kebaikan kita”. Tetapi kita bisa menghargai semua anugerah Tuhan dalam hidup kita lewat berbuat sesuatu kepada orang lain seperti ditulis di Matius 25:31-45.
Mendorong Anak Bermain Musik
Kita perlu mengerahkan segenap tenaga dan dana untuk menghadirkan musik dan pujian yang bermutu di rumah. Sebab musik yang demikian terbukti mengandung kuasa yang sangat besar bagi kesejahteraan manusia, khususnya anak-anak kita. Beberapa survai membuktikan, musik sangat berpengaruh pada perilaku anak menjadi rajin dan sopan. Pujian yang bermutu meningkatkan produktifitas anak belajar, memberi semangat belajar dan berkarya, hingga menyembuhkan penyakit.
Sejak mereka balita, kami berusaha mengenalkan musik yang baik kepada Josephus dan Moze. Kami juga mendorong mereka menguasai alat musik tertentu. Waspadai tujuan kita, agar bukan sekedar membuat mereka hebat dalam bermain musik dan bisa mencari uang. Lihatlah bakat dan kesukaan mereka, apakah juga mendukung. Bangun dulu kesukaan akan musik, baru kemudian mendorong mereka menyukai alat musik tertentu. Anak-anak juga belajar dari kita. Mereka melihat bagaimana ekspresi kita saat menyanyi. Teladan sangat mereka butuhkan untuk suka menyanyi dan bermain musik. Kita perlu memperkenalkan gereja/komunitas yang menghargai musik dengan benar. Mereka juga perlu belajar biografi pemusik dan penyanyi yang baik. Dan yang tak kalah penting adalah mengkoleksi kaset dan CD musik yang baik untuk mereka dengar dan pelajari.
Di rumah, kami mendorong anak mencintai musik dengan sering mengajak anak bernyanyi sejak mereka kecil. Kami mengadakan family altar dan menyanyikan banyak lagu-lagu himne yang segar dan baik. Kami membelikan beberapa alat-musik untuk mereka. Kami melatih anak menyanyikan lagu dengan tempo dan cara yang benar. Kami bersyukur sekolah anak-anak kami menekankan pentingnya mencintai dan menghargai musik yang baik.
Senin, 05 Oktober 2009
Diposting oleh SHINTA MULYANA di 19.37
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar